Kenapa Gerakan Stop Berita COVID Bisa Viral? Ini Analisisnya - IDNTimes.com
Jakarta, IDN Times - Pendiri Drone Emprit sekaligus analis media sosial, Ismail Fahmi, menyoroti bagaimana seruan “stop berita COVID-19” di dunia maya menarik perbincangan publik dan perhatian media.
Gerakan untuk tidak membaca berita seputar virus corona digaungkan oleh sejumlah pihak dengan dalih optimisme bisa menaikkan imun, yang berarti melindungi tubuh dari COVID-19. Mereka menyebut berita-berita yang bernuansa negatif, padahal tujuannya memberi peringatan, dapat menurunkan imunitas tubuh karena menumbuhkan pesismisme.
Berdasarkan analisis Fahmi, narasi stop berita COVID sebenarnya sudah disuarakan oleh sebagian kecil warganet di media sosial sejak Juli 2020, namun narasinya kurang kuat. Kampanye itu bangkit kembali dan menarik perhatian banyak warganet sejak lonjakan infeksi terjadi di Indonesia mulai awal Juli 2021.
“Di antara netizen yang mendukung Stop Berita COVID, terdapat dua motif besar yang melatarbelakanginya. Paling besar adalah alasan kesehatan (70%) dan ekonomi (30%),” tulis Fahmi melalui cuitannya pada Rabu (28/7/2021).
Lantasi, bagaimana narasi itu bisa viral?
Baca Juga: Panglima TNI Sebut Mayoritas Warga di Desa Tak Percaya COVID-19
1. Hanya sedikit perbincangan di medsos seputar stop berita COVID
Fahmi menganalisis pola narasi stop berita COVID melalui empat platofm media sosial, yaitu Instagram, Facebook, Twitter, dan YouTube. Dengan metode pencarian tagar #stopberitacovid, Fahmi didapati 259 unggahan di Instagram, 150 unggahan di Twitter, 28 video di YouTube, dan 6.700 unggahan di Facebook.
“Jumlah ini sebenarnya sedikit untuk ukuran isu yang viral. Mungkin penyebaran di WA lebih masif, sehingga isunya meluas dan jadi perhatian banyak pihak, terutama media,” jelas alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Fahmi kemudian memetakan analisisnya untuk periode 17 Juni 2021-28 Juli 2021. Fahmi mengetahui bila percakapan di Twitter seputar stop berita COVID sudah ada sejak 3 Juli 2021. Tapi, tagar dan poster terkait sudah ada di Twitter dan Facebook sejak 27-28 Juni 2021.
2. Tidak terlihat adanya gerakan terstruktur
Kampanye ini memperoleh momentum ketika poster bertuliskan “DI Yogyakarta dan sekitarnya kompak untuk tidak upload berita COVID, kami ingin Jogja kembali aman dan damai” viral di media sosial pada 5 atau 6 Juli 2021.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Poster itu kemudian direplikasi dengan latar dan keterangan kota lainnya, seperti Cilacap, Banyumas, Gresik, Purbalingga, dan masih banyak lagi. “Puncaknya tanggal 15 Juli, karena mulai banyak diberitakan oleh media,” terang Fahmi.
Dia tidak memotret adanya gerakan yang terstruktur dalam kampanye ini. “Tak tampak adanya upaya terkoordinir. Sepertinya random oleh netizen yang memiliki pandangan yang sama dengan narasi ini,” demikian kesimpulan Fahmi ketika melihat tren di Facebook.
Baca Juga: 5 Cara untuk Mengajak Orang di Sekitarmu Mau Divaksinasi COVID-19
3. Alasan kesehatan dan ekonomi dibaling gerakan stop berita COVID
Fahmi juga menyoroti narasi-narasi yang ikut melawan kampanye stop berita COVID. Secara umum, ternyata lebih banyak pihak atau warganet yang menentang gerakan ini.
Influencer paling atas ditempati oleh @dickypsy dengan cuitan:
“Stop berita covid-19? Saya menyebutnya sbg ‘false positivity’. Tidak melihat realitas secara utuh. Hanya menghadirkan kenyamanan semu. Apa akibatnya? Bisa mengurangi kewaspadaan & keterguguran. Dan malah, membuat kita tdk bisa mengukur pandemi terkendali atau tdk. Siapa senang?”
Di kubu lain yang mendukung kampanye ini, influencer teratas yaitu @abi_irlan dengan cuitan:
“Yuk bisa yuk… stop ikut2an beritain covid #StopBeritaCovid”.
Fahmi memotret gerakan ini bisa jadi dilatarbelakangi karena dua alasan, yakni kesehatan dan ekonomi. Alasan kesehatan yang banyak terlihat dari unggahan salah satunya adalah pasien COVID butuh tenang dan optimistis. Alasan berikutnya, berita COVID bikin khawatir dan panik. Ketiga, percaya COVID, tetapi berita COVID bikin lelah masyarakat karena merasa ditakut-takuti terus.
Sementara alasan ekonomi yang terlihat salah satunya adalah masyarakat tidak bisa bekerja karena COVID, sedangkan orang butuh makan. Alasan berikutnya adalah berharap dengan tiadanya berita COVID, kondisi seperti normal, bisa bekerja dan beraktivitas lagi.
“Dua motif di atas tampaknya mendapat dukungan sebagian masyarakat, khususnya yang mengalami sendiri kesulitan dari sisi kesehatan (fisik dan mental) maupun ekonomi. Bukan berarti semua yang mendukung poster ini tidak percaya adanya COVID. Banyak yang mengatakan percaya,” demikian tutur Fahmi.
Baca Juga: Viral! Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Larang Posting Berita COVID-19
Komentar
Posting Komentar